Kata Pengantar
Marilah kita panjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya kami masih diberi kesehatan untuk menyelesaikan makalah untuk memenuhi mata kuliah Dasar Produksi Tanaman 1
Makalah ini menjelaskan tentang pengaruh faktor pada perkebunan Jawa Barat sebagai produsen teh nasional terhadap kontribusi daerah Pantura untuk produsen padi terbesar. Pertama akan dibahas tentang potensi perkebunan teh Jawa Barat dan faktor yang mendukung potensi tersebut. Kemudian akan terdapat perbandingan faktor pendukung perkebunan teh tersebut sebagai produsen teh nasional yang bisa dikaitkan dengan kontribusi daerah pantura.
Demikian hal ini kami sampaikan, apabila terdapat kesalahan kami mohon maaf.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih
Daftar Isi
Bab 1 Komoditas Teh di Jawa Barat
- Potensi Komoditas Teh……………………………………………………………………………..4
- Tabel Harga Jual Teh di beberapa kota………………………………………………………..5
- Faktor Pendukung dan Kendala Perkembangan Komoditas Teh……………………..5
Bab 2 Kontribusi Daerah Pantura Sebagai Produsen Padi………………………………………………7
Bab 3 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………….9
Bab 4 Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………….10
Bab 1
Komoditas Teh di Jawa Barat
- 1. Potensi Komoditas Teh
Perkebunan teh di Jawa Barat menjadi andalan perekonomian dan ekspor di provinsi bahkan pangsanya mencapai 70% dari produksi maupun ekspor secara nasional. Pemerintah Provinsi Jabar pun berupaya keras agar sektor perkebunan teh tetap menjadi sektor unggulan Jabar. Pemprov Jabar sudah menetapkan subsektor perkebunan sebagai prioritas pembangunan, karena selain mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi, juga tahan ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia.
Selain itu sektor perkebunan rakyat maupun perkebunan besar mempunyai lahan yang luas yang keseluruhannya mencapai 537.000 ha, termasuk di dalamnya merupakan perkebunan swasta seluas 59.000 ha. Sesuai dengan visi Jawa Barat, yang menjelaskan tentang pengembangan agribisnis, jelas bahwa subsektor perkebunan harus menjadi salah satu andalan pembangunan provinsi tersebut.
Dinas Perkebunan Jawa Barat, sesuai dengan rencana strategis, memfokuskan program pembinaan dua komoditas yaitu teh dan tebu yang menempati prioritas teratas di antara jenis hasil perkebunan lainnya.
Berdasarkan pengamatan bahwa komoditas teh hasil perkebunan Jawa Barat mempunyai daya jual tinggi dalam cakupan perdagangan global baik regional maupun internasional.
Selama ini teh asal Jawa Barat banyak di ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, dan Timur Tengah. Dari pengimpor teh asal Jawa Barat, Timur Tengah menempati urutan tertinggi.
Perkebunan teh di Jabar merupakan salah satu denyut kehidupan provinsi ini, sebab selain memberi kontribusi secara ekonomi ke provinsi ini, juga secara nasional mempunyai share 70% baik produksi dan ekspor.
- 2. Tabel Harga Jual Teh di beberapa kota pada tahun 1981 – 2003
Perkembangan harga jual teh dalam lelang di Jakarta, Colombo, Calcutta, dan Mombasa (khusus teh Kenya) tahun 1998-2003 (persen terhadap harga tahun 1981=100%) |
||||||||
T a h u n | Jakarta | Colombo | Calcutta | Mombasa | ||||
US$ | (%) | US$ | (%) | US$ | (%) | US$ | (%) | |
1981 | 145 | 100 | 85 | 100 | 188 | 100 | 111 | 100 |
1998 | 170 | 117 | 208 | 245 | 213 | 113 | 197 | 177 |
1999 | 105 | 72,4 | 163 | 192 | 206 | 110 | 186 | 168 |
2000 | 120 | 82,8 | 175 | 206 | 180 | 95,7 | 204 | 184 |
2001 | 97 | 66,9 | 148 | 174 | 159 | 84,6 | 162 | 146 |
2002 | 103 | 71 | 154 | 181 | 142 | 75,5 | 155 | 140 |
2003 | 95 | 65,5 | 153 | 180 | 149 | 79,3 | 162 | 146 |
Sumber : ITC Annual Bulletin of Statistic 1993, 2002 dan Monthly, Januari 2004
- 3. Faktor Pendukung dan Kendala Perkembangan Komoditas Teh
Faktor Kendala
Pada perkembangan 20 tahun terakhir harga teh asal Indonesia terus merosot. Malah pada 2003, seperti dilansir Asosiasi Teh Indonesia (ATI), industri teh merugi Rp160 miliar sebagai dampak penurunan harga jual.
Secara Internal
Dari Aspek Ekonomi
Berdasarkan data Disperindag Jabar 2004, nilai ekspor teh Jawa Barat pada awal tahun anjlok hingga 45% dibandingkan periode sama tahun 2003. Salah satu penyebabnya karena harga teh Indonesia terus turun hingga di bawah US$1 per kg, sementara menurut Asosiasi Teh Indonesia harga idealnya US$1,5 per kg sedangkan harga teh di Colombo tetap stabil US$1,6 per kg.
Dari Aspek Teknologi
produktivitasnya masih rendah, mutu pucuk rendah, sehingga mengakibatkan posisi tawar petani lemah. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh teknologi budidaya kurang tepat, penggunaan input produksi terbatas dan petani belum memiliki pengolahan hasil yang baik
Secara Eksternal
Dari Aspek Hubungan Internasional
Invasi Amerika Serikat ke Irak yang telah menyebabkan kerugian yang cukup besar dan mengecilnya pasar teh Indonesia dan adanya sikap proteksi yang dikembangkan oleh kelompok negara yang wilayah berdekatan.
Faktor Pendukung
Adanya rekayasa kelembagaan agribisnis yang mendukung sistem dan usaha agribisnis teh rakyat. Pengkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Teh Rakyat dilaksanakan melalui beberapa pendekatan, yaitu
1) pendekatan partisipatif (on- farm participatory research),
2) dengan dan tanpa (with and without) teknologi yang diperbaiki untuk petani kooperator dan non kooperator, dan
3) pendekatan interdisiplin keilmuan peneliti dan penyuluh. Pengkajian dilaksanakan di Desa Cipada, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung. Lokasi tersebut diharapkan dapat mewakili wilayah (sentra) teh perkebunan rakyat di Jawa Barat.
Pembinaan dilakukan terhadap Gapoktan yang mewakili 10 kelompoktani, dikonsentrasikan untuk memproduksi teh hijau olahan dengan berbagai kemasan. Kelompoktani pengembangan terdiri dari Kelompok Bintara, BLPC dan Tunas Merpati.
Bab 2
Perkembangan Daerah Pantura Sebagai Produsen Padi
Peranan strategis Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi; serta dampak sosial-ekonominya dalam skala rumah tangga pertanian. Kecenderungan konversi lahan pertanian (sawah) yang paling pesat terjadi di wilayah koridor pantai utara (Pantura) Pulau Jawa. Kecenderungan konversi lahan pertanian (sawah) ke penggunaan non pertanian di wilayah Pantura dalam kurun 1983-1994 secara makro terjadi dalam konteks dinamika pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat, baik dilihat dari aspek demografis, ekonomi maupun fisik. Dihadapkan pada peranan strategis wilayah ini sebagai sentra produksi padi, hal ini menjadi permasalahan karena akan berdampak besar terhadap upaya untuk mempertahankan swasembada pangan (beras) nasional yang telah dicapai Indonesia sejak tahun 1984. Dalam kurun 1983-1994 lahan sawah di wilayah Pantura menunjukkan penyusutan luas sebesar 47.216 ha atau sekitar 4.300 ha per-tahun. Penyusutan luas tersebut terjadi karena adanya konversi dari lahan sawah ke penggunaan non pertanian rata-rata 10.679 ha per-tahun yang sebagian besar berubah menjadi perumahan (39%) dan industri (35%).
Faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Pantai Utara Jawa
- faktor eksternal yang mencakup : perkembangan kawasan terbangun; pertumbuhan penduduk perkotaan,pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi serta
- faktor internal (pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan dan perubahan luas penguasaan lahan oleh rumah tangga pertanian pengguna lahan).
Variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap laju penyusutan luas lahan sawah adalah perkembangan kawasan terbangun, kemudian berturut-turut adalah perubahan luas rata-rata lahan yang dikuasai rumah tangga pertanian pengguna lahan, laju pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan, laju pertumbuhan penduduk perkotaan, dan laju pertumbuhan PDRB. Selain faktor ekstemal dan internal,
faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kecenderungan dan pola spasial konversi lahan sawah adalah faktor kebijaksanaan pemerintah.
Tiga kebijaksanaan pemerintah yang dianggap sebagai pendorong dan pemacu terjadinya konversi lahan sawah, yaitu privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan permukiman skala besar dan kota baru; serta deregulasi investasi dan penzinan.
Beberapa kawasan andalan untuk mendukung pencapaian target produksi padi Jabar yaitu kawasan Pantura mulai dari Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Ditambah pula kawasan Cianjur, Tasikmalaya dan Bandung.
Produksi padi Jabar terus meningkat dalam tiga tahun terakhir ini. Pada 2006 mencapai 9,5 juta ton dan pada 2007 sebesar 10,1 ton (Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, Luki Djunaedi)
Bab 3
Kesimpulan
Perkebunan teh di Jawa Barat menjadi andalan perekonomian dan ekspor di provinsi karena pangsanya mencapai 70% dari produksi maupun ekspor secara nasional. Selain bernilai ekonomi tinggi, komoditas ini dapat menyerap tenaga kerja dan tidak mengalami pengaruh yang signifikan dari krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Factor yang mempengaruh perkebunan teh Jawa Barat sebagai Produsen teh nasional adalah
Adanya rekayasa kelembagaan agribisnis yang mendukung sistem dan usaha agribisnis teh rakyat. Pengkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Teh Rakyat dilaksanakan melalui beberapa pendekatan, yaitu
1) pendekatan partisipatif (on- farm participatory research),
2) dengan dan tanpa (with and without) teknologi yang diperbaiki untuk petani kooperator dan non kooperator, dan
3) pendekatan interdisiplin keilmuan peneliti dan penyuluh. Pengkajian dilaksanakan di Desa Cipada, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung. Lokasi tersebut diharapkan dapat mewakili wilayah (sentra) teh perkebunan rakyat di Jawa Barat.
Pembinaan dilakukan terhadap Gapoktan yang mewakili 10 kelompoktani, dikonsentrasikan untuk memproduksi teh hijau olahan dengan berbagai kemasan. Kelompoktani pengembangan terdiri dari Kelompok Bintara, BLPC dan Tunas Merpati.
Factor kelembagaan pada perkebunan teh Jawa Barat sangat berkaitan dengan factor kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan di Pantura yang menyebabkan terjadinya penyusutan lahan pertanian khususnya komoditas padi.
Daftar Pustaka
http.www.google.com/Pantura sebagai Produsen padi Nasional
http.www.google.com/Perkebunan teh Jawa Barat
Discussion
No comments yet.